Mengejar Kemajuan, Mengentaskan Ketertinggalan
Rabu, 22 Desember 2010 12:17
(Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal)
Kondisi daerah tertinggal antara satu daerah dan daerah lainnya berbeda-beda. Namun secara umum rata-rata masalah-masalah yang dihadapi daerah tertinggal berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang relatif rendah, dengan tingkat pendidikan di bawah ratarata nasional. Indeks pembangunan manusia (IPM) daerah tertinggal pada 2008 sebanyak 85 persen, berada di bawah IPM nasional (71,2).
Masalah lain yang dihadapi di daerahdaerah tertinggal berkaitan dengan kemampuan keuangan lokal atau celah fiskal dan perekonomian masyarakat. Kemampuan celah fiskal daerah-daerah tertinggal sangat rendah. Ini terlihat dari rendahnya pendapatan asli daerah (PAD) yang dimiliki, yang masih berkisar di bawah Rp 12 miliar. Bahkan di beberapa daerah, PAD hanya Rp 1 miliar atau Rp 2 miliar.
Tingkat perekonomian masyarakat di daerah-daerah tertinggal juga rendah. Ini terjadi karena sebagian besar pola mata pencaharian masyarakat bertumpu pada sektor pertanian, dan pengelolaannya juga cenderung masih bersifat konvensional.
Persoalan itu bertambah dengan adanya musibah-musibah yang terjadi akibat serangan hama atau banjir sehingga kerap mereka gagal panen. Dampak dari hal tersebut, tingkat kemiskinan di daerah tertinggal rata-rata sebesar 23,4 persen. Bahkan sebagian besar (75 persen) kabupaten daerah tertinggal berada di atas garis tingkat kemiskinan nasional (16,6 persen).
Kondisi infrastruktur daerah tertinggal juga masih minim, yang mengakibatkan akses warga desa terhadap berbagai sarana penunjang kehidupan mengalami kendala. Infrastruktur yang mendukung aktivitas ekonomi serta infrastruktur lainnya sangat terbatas. Kondisi jalan kerap belum memadai, begitu juga sarana dan prasarana lainnya, seperti ketersediaan penunjang pendidikan dan kesehatan yang relatif terbatas. Minimnya akses warga terhadap penunjang kehidupan ekonomi berakibat pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sangat rendah, bahkan mengalami stagnasi.
Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumber daya alam (SDA). Tetapi tidak sedikit daerah-daerah tertinggal yang memiliki sumber daya alam yang besar namun pemanfaatan sumber daya alamnya kurang dikelola dengan baik.
Ada juga daerah-daerah tertinggal yang memiliki SDA tetapi mereka tidak bisa mengelolanya karena merupakan bagian dari hutan lindung atau cagar alam yang harus dijaga kelestariannya sebagai paruparu dunia.
Dengan gambaran di atas, tampak begitu kompleks kondisi yang yang ada di daerah-daerah tertinggal. Tidak sesederhana yang dibayangkan, ternyata begitu banyak faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi tertinggal. Belum lagi ternyata faktor eksternal juga ikut berpengaruh terhadap kondisi ketertinggalan suatu daerah, seperti akibat daerah itu rawan bencana atau karena faktor konflik horizontal.
Kerawanan terhadap bencana menyebabkan suatu daerah yang semula sudah berkembang kembali ke titik nol karena sarana dan prasarana yang ada luluh-lantak dan hancur, sehingga mereka harus membangun dari awal lagi. Begitu juga di daerah-daerah yang mengalami konflik horizontal yang berdampak pada rusaknya sarana-prasarana, perekonomian masyarakat akan mengalami stagnasi, yang pada gilirannya menyebabkan daerah tersebut tertinggal dalam akselerasi pembangunan.
Belum lagi kondisi daerah yang secara geografis terletak terletak di wilayah pedalaman, tepi hutan, dan pegunungan yang pada umumnya tidak atau belum memiliki akses ke daerah lain yang relatif lebih maju. Daerah ini dicirikan oleh aksesibilitas tak memadai, serta sarana dan prasarana sosial ekonomi belum memadai.
Selain itu, ada daerah-daerah yang terletak di pulau-pulau terluar, terdepan, dan pulau-pulau kecil, di mana akses, sarana, dan prasarananya belum memadai dan bahkan belum tersedia sehingga mengalami kesulitan akses ke daerah lain.
Tugas KPDT Tugas Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) adalah mencoba mengentaskan daerah-daerah tertinggal tersebut menuju ke kemajuan. Tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh KPDT adalah membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang pembangunan daerah tertinggal.
Perpres No. 90 Tahun 2006, KPDT juga mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk menyelenggarakan fungsi operasionalisasi di bidang bantuan infrastruktur pedesaan, pengembangan ekonomi lokal, dan pemberdayaan masyarakat.
Sebagaimana diketahui, KPDT telah menetapkan 183 daerah atau kabupaten yang tertinggal. Jumlah tersebut diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, paling lambat 2014 pemerintah akan berusaha mengentaskan sedikitnya 50 kabupaten daerah tertinggal. Dalam rangka mengentaskan daerah-daerah tertinggal tersebut, pemerintah dalam RPJMN juga menetapkan daerah tertinggal sebagai salah satu prioritas utama dari 11 prioritas yang ditetapkan.
Prioritas itu tercantum dalam prioritas 10 mengenai daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik. Program aksi yang dilakukan pemerintah ditujukan untuk pengutamaan dan penjaminan pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar serta keberlangsungan kehidupan damai di wilayah pascakonflik. Untuk itu, pemerintah akan berusaha mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana.
Selanjutnya, dalam amanat Inpres Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional, yang memuat 11 prioritas pembangunan nasional, KPDT mendapat tugas menyukseskan dua Prioritas Nasional, yakni Prioritas Nasional ke-4 dan Prioritas Nasional ke-10. Prioritas Nasional ke4 adalah penanggulangan kemiskinan melalui program pemantapan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) inti. Sedangkan Prioritas Nasional ke-10 adalah percepatan pembangunan di daerah tertinggal, daerah terdepan, daerah terluar, serta daerah pascakonflik.
Untuk mengemban tugas tersebut, percepatan pembangunan daerah tertinggal dilakukan melalui strategi: pengembangan ekonomi lokal; penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya lokal; peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau; peningkatan pelayanan pendidikan yang berkualitas; serta peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur serta peningkatan aksesibilitas daerah tertinggal dengan pusat-pusat pertumbuhan.
Untuk melaksanakan strategi-strategi tersebut, KPDT mencoba merumuskan dalam bentuk arah dan kebijakan, antara lain mencakup bidang pembangunan infrastruktur pedesaan melalui instrumen Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal (P2IPDT).
Dalam bidang pemberdayaan masyarakat, instrumen yang dibentuk adalah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah Tertinggal (P2SEDT), dan Percepatan Pembangunan Wilayah Perbatasan (P2WP). Sedangkan untuk pengembangan ekonomi lokal, instrumen yang dibentuk adalah Percepatan Pembangunan Kawasan Produksi Daerah Tertinggal (P2KPDT) dan Percepatan Pembangunan Pusat Pertumbuhan Daerah Tertinggal (P4DT).
Dalam membangun daerah tertinggal menuju ke kemajuan, dibutuhkan pendekatan kewilayahan yang bersifat lintas pelaku maupun sektor. Pembangunan daerah tertinggal tidak mungkin dilaksanakan oleh satu kementerian/lembaga teknis sektoral. Semua lembaga terkait serta stakeholder, termasuk dunia usaha dan pelaku ekonomi, turut serta membangun daerah tertinggal yang telah menjadi skala prioritas nasional.
Pembangunan daerah tertinggal juga membutuhkan keterpaduan rencana pusat dan rencana daerah yang diarahkan pada kerangka sistem yang berkesinambungan.
Dan, terakhir tapi penting, pembangunan daerah tertinggal juga membutuhkan kerja sama atau networking dengan daerah sekitar yang lebih maju. Semoga. (koran tempo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar